Jumat, 11 April 2014

Hujan

Aku ini adalah penggemar hujan..
Tidak peduli ia deras dengan ganas,
Atau hanya gerimis yang mengalir. Seolah jatuh.
Aku tidak begitu menggemari air.
Aku hanya menggemari hujan.
Jangan bertanya kenapa, aku tidak akan memberitahumu.
Biar saja..
Kalau aku beritahu, nanti kamu pun ikut ikutan menggemari hujan.
Oke, oke, jangan desak lagi!
Aku akan membertahu!
Tidak ada.
Tidak ada alasan apapun.
Hanya rasakan saja bisiknya.. rasakan bisik hujan, sampai pada teriakannya.
Ia sedang mengadu padamu.
Aku menggemarinya. Karena ia bisa begitu hidup. Begitu nyata.
Tidak seperti petir yang munafik. Kukira hanya kilatan yang datang, ternyata suaranya menggelegar kemudian.
Tidak seperti angin yang muncul, merusak, lalu sembunyi.

Minggu, 06 April 2014

Luka.



Wahai penatua..
Aku ingin bertanya.

Apakah ke-tidak-adil-an ini mempunyai akhir?

Jika tidak, maka berikan aku sedikit saja alasan yang pantas aku beri pada hati ini untuk bertahan menghadapinya.

Dan jika ya, apakah masih lama?

Wahai engkau para penasihat, para pemuka agama.

Bolehkah aku mencemburui angin? Yang tidak tersakiti oleh panas matahari, dan tidak hilang disapu hujan?

Wahai ibu..

Aku sedang terluka..

Sakit sekali sampai mau mati rasanya.

Bolehkan aku pinjam kekuatanmu, ibu? Mungkin tidak sekuat angin. Tapi mungkin cukup kuat untuk membalut setiap luka.

Hai, ayah..

Aku sedang menangis.

Meraung-raung, terisak hebat.

Berisik sekali sampai tak sedikitpun dapat terdengar.

Bisakah kiranya ayah melihat hati ini?

Sudah terlalu besar lubangnya..

Tapi masih cukup untuk menampung sakit. Mungkin, tapi tidak akan lama.