Rabu, 25 September 2013

ini kami.. aku. dan mereka.

kami ini memang minoritas..
tapi apakah kami ini tidak lebih berharga daripada kotoran jempol kaki yang menempel di kaki anda? wahai pemimpin.
kami ini memanglah sebagian kecil..
tapi apakah kami bahkan tidak bisa lebih beruntung sedikit saja? wahai kaum berkuasa.
apakah kami harus meminta izin untuk mendirikan gereja?
apakah kami berontak ketika masjid masjid sebelah rumah kami menjelekkan agama kami? meneriakan dengan keras dan lantang. seolah kami memang tidak ada harganya lagi.
tapi berontak pun kami pada siapa? kami berada pada rumah tapi bukan tempat bernaung. rumah tanpa pondasi. tanpa atap. tanpa perlindungan.
jangankan untuk berontak, beribadah saja kami sulit. gereja dibakar, dirobohkan. di sapu bersih.
apakah engkau kaum terhormat mau dengan sudi menghantarkan mayat rohaniah kami kepada surga? bagaimana mungkin engkau tidak mau, kami ingin beribadah pun engkau tidak mengizinkan.
apakah engkau diatas sana adalah TUHAN di bumi pertiwi ini? sehingga mempunyai taurat tersendiri dimana kami bisa beribadah dan dimana kami tidak bisa?
sungguhpun kami tidak mempunyai kemampuan bukan?
ini negara DEMOKRASI. engkau dan yang lain berkata begitu.
tapi apa yang kami, saya dan mereka dapat?
ber argumentasi pun kami tidak bisa.
bagaimana bisa, tempat untuk berdoa saja kami harus meminta izin kepada tangan tangan indah yang berkuasa seperti anda.
doa. nafas kehidupan kami.
penguasa terhormat..
apakah kami diperbolehkan untuk iri sedikit saja, melihat kebebasan kaum-mu berdoa kepada apa yang engkau yakini dengan leluasa. khusu.
kami merindukan saat seperti itu.
namun hanya sebatas rindu yang dapat kami rasakan, bukan begitu? wahai TUHAN yang MENTUHANKAN KEKUASAAN.